Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Merasa terancam atau tersaingi?

Merasa Terancam Saat Teman Kerja Sukses, Wajar atau Harus Dihindari? Dalam dunia kerja, sering kita jumpai momen ketika seorang rekan mendapat promosi, penghargaan, atau sukses besar. Reaksi yang muncul bisa beragam: ikut bangga, termotivasi, tapi juga ada yang merasa terancam. Pertanyaannya, apakah itu wajar? Perasaan yang Manusiawi Secara psikologis, rasa terancam saat melihat orang lain sukses adalah hal manusiawi. Menurut social comparison theory (Festinger, 1954), manusia secara alami suka membandingkan dirinya dengan orang lain. Maka, saat rekan kerja melesat, muncul pertanyaan dalam hati: “Apakah saya tertinggal? Apakah posisi saya aman?” Apalagi jika budaya kerja di kantor memang kompetitif, rasa terancam bisa muncul lebih kuat. Mengapa Perasaan Itu Bisa Muncul? Beberapa faktor yang sering memicunya antara lain: Kurangnya percaya diri → tidak yakin pada kemampuan diri sendiri. Lingkungan kerja kompetitif → terlalu menekankan persaingan daripada kolaborasi. Kurang penghargaan → ...

Beda apresiasi dgn sombong dalam bekerja

Mengapresiasi Karya Murid vs Sikap Sombong / Suka Pamer — Bedanya & Pendapat Ahli Mengapresiasi karya murid dan bersikap sombong atau suka pamer tampak serupa dari luar (keduanya menunjukkan perhatian terhadap prestasi), tetapi secara psikologis, sosial, dan pendidikan keduanya punya efek yang sangat berbeda. Artikel singkat ini menjelaskan perbedaan utama, bahaya pujian yang keliru, dan rekomendasi praktis—dilengkapi pendapat ahli dari dalam dan luar negeri. 1. Inti perbedaan: tujuan dan dampak Mengapresiasi karya murid adalah upaya menilai dan memberi umpan balik yang membangun—memperkuat proses belajar, menegaskan usaha, dan mendorong rasa ingin tahu serta perkembangan kemampuan. Apresiasi menempatkan fokus pada proses, strategi, dan perkembangan. Sikap sombong / suka pamer (showing off) adalah perilaku yang bertujuan menonjolkan diri untuk memperoleh status atau pengakuan, seringkali tanpa mengakui proses atau kontribusi orang lain; ini dapat menimbulkan kompetisi tidak...

Bekerja tidak sesuai besarnya gaji

Jika Seorang Karyawan Tidak Bekerja Sesuai dengan Gaji yang Diberikan Dalam dunia kerja, gaji merupakan bentuk apresiasi perusahaan kepada karyawan atas tenaga, waktu, dan keterampilan yang mereka berikan. Idealnya, antara gaji yang diterima dengan kinerja yang ditunjukkan berjalan seimbang. Namun, sering muncul masalah ketika seorang karyawan tidak bekerja sesuai dengan gaji yang diberikan. Apa dampaknya? Bagaimana cara menyikapinya? 1. Dampak bagi Perusahaan Karyawan yang tidak bekerja sesuai dengan standar gaji yang diterima biasanya menunjukkan produktivitas rendah, kualitas kerja kurang maksimal, atau bahkan minim tanggung jawab. Hal ini bisa merugikan perusahaan, mulai dari menurunnya kinerja tim, target yang tidak tercapai, hingga biaya operasional yang sia-sia karena gaji dibayarkan tanpa kontribusi yang sepadan. 2. Dampak bagi Karyawan Ketidaksesuaian kinerja dengan gaji juga merugikan karyawan itu sendiri. Reputasi profesional bisa menurun, hubungan dengan atasan membur...

Untuk apa di lgaji?

Untuk Apa Sih Karyawan Digaji? Kalau ngomongin soal kerja, topik yang nggak pernah bisa dilepas tentu saja gaji . Tapi, pernah nggak sih kita mikir: sebenarnya untuk apa sih seorang karyawan digaji? Apakah cuma sekadar “uang jajan besar” tiap bulan, atau ada makna lain di baliknya? Yuk, kita bahas santai. 1. Imbalan Atas Tenaga dan Waktu Setiap karyawan jelas mengeluarkan tenaga, waktu, dan pikiran dalam bekerja. Nah, gaji itu jadi bentuk imbalan atas apa yang sudah diberikan. Ibaratnya, perusahaan “membayar” jasa kita supaya roda bisnis tetap jalan. 2. Untuk Menopang Kehidupan Tujuan paling nyata dari gaji adalah mencukupi kebutuhan hidup . Dari bayar listrik, cicilan, sekolah anak, sampai sekadar nongkrong sama teman. Tanpa gaji, susah banget buat memenuhi semua kebutuhan itu. 3. Bentuk Apresiasi Gaji juga bisa dianggap sebagai tanda terima kasih perusahaan. Kalau gajinya layak, karyawan bakal merasa dihargai dan lebih semangat kerja. Tapi kalau sebaliknya, bisa-bisa bikin d...

Jika Orang Cerdas Bekerja

Pendahuluan Kecerdasan sering kali dipandang sebagai anugerah yang memudahkan seseorang dalam memahami, menganalisis, dan menyelesaikan persoalan. Namun, kecerdasan saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan etos kerja yang benar. Ketika orang cerdas bekerja dengan sungguh-sungguh, hasilnya bukan hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada lingkungan sekitar bahkan masyarakat luas. Ciri Orang Cerdas dalam Dunia Kerja Mampu Melihat Pola Orang cerdas biasanya cepat memahami inti masalah dan menemukan pola yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Ini membuat mereka lebih efisien dalam mengambil keputusan. Kritis dan Analitis Mereka tidak sekadar menerima informasi, melainkan menganalisisnya secara mendalam. Hal ini menghasilkan ide-ide segar serta solusi yang jarang terpikirkan orang lain. Belajar Cepat Di dunia kerja yang dinamis, kemampuan belajar dan beradaptasi menjadi kunci. Orang cerdas mampu menangkap pengetahuan baru dengan cepat lalu mengaplikasikannya...

Manusia mental miskin

Manusia Bermental Miskin: Pola Pikir, Dampak, dan Pandangan Ahli Pendahuluan Kemiskinan sering dipahami hanya sebatas pada kondisi ekonomi: tidak memiliki cukup uang, keterbatasan akses pendidikan, atau rendahnya kualitas hidup. Namun, ada satu dimensi yang lebih dalam dan kerap terlupakan, yaitu mental miskin . Mental miskin bukan soal jumlah harta, melainkan pola pikir, sikap, dan cara seseorang melihat dirinya serta dunia di sekitarnya. Orang dengan mental miskin bisa saja berasal dari latar belakang keluarga kaya, tetapi memiliki pola pikir yang membuatnya sulit berkembang. Sebaliknya, seseorang yang secara ekonomi sederhana, bila memiliki mental kaya (growth mindset), justru mampu bangkit dan meraih kesuksesan. Ciri-Ciri Mental Miskin Merasa selalu kekurangan Hidup dipenuhi rasa iri, dengki, dan ketidakpuasan. Alih-alih bersyukur, ia fokus pada apa yang tidak dimiliki. Takut mengambil risiko Mental miskin membuat seseorang lebih suka bertahan dalam zona nyaman daripa...

Biasa menuju luar biasa

 Melampaui Tupoksi: Dari “Biasa” Menuju “Luar Biasa” Pendahuluan Dalam dunia kerja—baik di instansi pemerintah maupun swasta—setiap individu memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang menjadi batasan formal peran mereka. Menyelesaikan pekerjaan sesuai tupoksi adalah kewajiban. Namun, ketika seseorang berani melangkah melampaui tupoksi demi kepentingan organisasi atau pelayanan yang lebih baik, di situlah lahir tindakan yang layak disebut luar biasa. Mengapa Sesuai Tupoksi Itu “Biasa” Standar Minimal Kinerja: Menjalankan tupoksi adalah bentuk kepatuhan terhadap aturan, prosedur, dan kontrak kerja. Menjamin Konsistensi: Organisasi membutuhkan keteraturan agar tidak terjadi kekacauan peran. Penilaian Kinerja Formal: Mayoritas indikator kinerja pegawai menilai capaian dalam lingkup tupoksi. Menurut Dr. Sedarmayanti (pakar manajemen SDM), “Tupoksi menjadi kerangka acuan agar peran setiap pegawai jelas dan tidak tumpang tindih, namun organisasi yang sehat harus memberi ruang inovasi ...

Anak laki-laki 8 tahun?

Mendidik anak laki-laki usia 8 tahun memerlukan pendekatan yang sabar, konsisten, dan sesuai tahap perkembangannya. Pada usia ini, anak sedang berada di fase pertengahan masa kanak-kanak, di mana rasa ingin tahu, energi fisik, serta kebutuhan akan pengakuan sosial semakin kuat. Orang tua perlu memahami karakteristiknya agar dapat membimbing dengan tepat. 1. Memahami Karakter Anak Usia 8 Tahun Secara umum, anak laki-laki usia 8 tahun memiliki ciri sebagai berikut: Aktif dan energik: senang berlari, melompat, dan bermain fisik. Mulai kritis: suka bertanya “mengapa” dan ingin tahu alasan di balik aturan. Punya keinginan berkompetisi: sering ingin membandingkan diri dengan teman. Mulai membentuk identitas diri: ingin dianggap “hebat” atau punya kelebihan. Butuh perhatian khusus dari orang tua: meski terlihat mandiri, mereka masih sangat membutuhkan dukungan emosional. 2. Membangun Kedisiplinan dengan Konsistensi Tetapkan aturan sederhana: misalnya waktu belajar, bermain, tidur. Berikan kon...

Majulah tanpa menjatuhkan

Mengapa Sesama Karyawan Suka Menjatuhkan Rekan Kerja? Di lingkungan kerja, setiap orang diharapkan bisa bekerja sama, saling mendukung, dan berkolaborasi demi mencapai tujuan bersama. Namun, kenyataannya tidak jarang terjadi persaingan tidak sehat, bahkan perilaku saling menjatuhkan antar karyawan. Fenomena ini dapat menimbulkan suasana kerja yang penuh ketegangan, menurunkan motivasi, hingga merusak produktivitas tim. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi? 1. Persaingan untuk Posisi dan Pengakuan Salah satu alasan utama karyawan menjatuhkan rekan kerja adalah persaingan. Ada karyawan yang merasa terancam dengan kemampuan atau prestasi orang lain. Daripada berusaha meningkatkan kualitas diri, mereka memilih menjatuhkan rekan kerja agar terlihat lebih unggul di mata atasan. 2. Rasa Iri dan Tidak Aman Iri hati sering menjadi pemicu utama. Ketika melihat rekan kerja mendapat pujian, promosi, atau kesempatan lebih baik, sebagian orang merasa tidak nyaman. Perasaan tidak aman ini mendoron...