Cermin Retak
Di sebuah desa kecil bernama Sukaluyu, hiduplah seorang pria bernama Raka. Ia dikenal sebagai tukang kritik, bukan karena kepandaiannya, tapi karena mulutnya yang selalu sibuk menilai orang lain. Kalau ada tetangga yang telat pergi ke ladang, Raka akan berkata, “Lihat, pemalas. Pantas hidupnya begitu-begitu saja.” Kalau anak-anak bermain terlalu lama, ia mengomel, “Anak sekarang manja. Tak bisa diharap.”
Tidak ada yang luput dari sorotan mata Raka. Ia seperti cermin retak—memantulkan gambaran orang lain dengan cacat yang ia ciptakan sendiri.
Suatu hari, seorang perempuan tua yang asing datang ke desa. Ia dikenal dengan sebutan Mak Inggit. Tak ada yang tahu dari mana asalnya, tapi dalam waktu singkat, ia disukai warga karena tutur katanya yang lembut dan senyum yang selalu menghiasi wajahnya.
Raka, seperti biasa, merasa terganggu. “Pura-pura baik. Perempuan tua itu pasti ada maunya,” gumamnya.
Sampai suatu malam, saat bulan purnama menggantung rendah, Raka penasaran dan memutuskan mengintip rumah Mak Inggit. Tapi alih-alih menemukan kejanggalan, ia mendapati Mak Inggit duduk sendiri, berbicara seakan-akan pada cermin kecil yang tergantung di dinding.
Raka mendekat dan mendengar dengan jelas.
“Setiap kali kau melihat buruknya orang lain, lihat dulu wajahmu sendiri, Inggit... Mungkin buruknya mereka hanyalah bayangan dari hatimu yang belum bersih.”
Keesokan harinya, Raka tidak lagi terlihat seperti biasanya. Ia lebih sering diam, dan kalau pun bicara, nadanya berubah lebih tenang. Ia bahkan mulai membantu tetangga tanpa banyak komentar.
Warga pun bertanya-tanya.
“Kenapa Raka berubah?”
Ia hanya tersenyum, lalu berkata pelan, “Aku baru sadar… kadang, yang paling butuh dinilai bukan orang lain, tapi diri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa kasih komentarnya yah ... ! masukan dan kritikan sangat kami harapkan ... !