Coba jadi diriku!

Ketika Tuntutan Sempurna Menjadi Beban: Apa yang Dirasakan Seseorang Saat Harus Bekerja Tanpa Cela

Dalam dunia kerja modern, tuntutan untuk bekerja cepat, tepat, dan tanpa kesalahan semakin sering menjadi standar tidak tertulis. Banyak orang merasakan bahwa mereka harus selalu tampil sempurna—tidak boleh salah, tidak boleh lambat, dan tidak boleh lelah. Padahal mereka tetap manusia biasa yang memiliki batas, emosi, dan ruang untuk belajar. Kondisi ini memunculkan berbagai dampak psikologis, emosional, maupun sosial.

Artikel ini membahas secara lengkap apa yang dirasakan oleh seseorang yang dituntut bekerja secara sempurna, mengapa hal itu terjadi, serta bagaimana pandangan para ahli mengenai fenomena ini.

---

1. Perasaan Tertekan dan Cemas Berlebih

Tuntutan untuk selalu sempurna membuat seseorang merasa berada di bawah tekanan terus-menerus. Kesalahan sekecil apa pun terasa seperti bencana besar.

Menurut psikolog BrenĂ© Brown, perfeksionisme bukanlah tentang menjadi yang terbaik, melainkan tentang ketakutan terhadap penilaian dan rasa malu. Ia menyebut perfeksionisme sebagai “tameng yang kita pakai untuk melindungi diri dari kritik.”

Akibatnya, seseorang sering mengalami:

Jantung berdebar saat harus presentasi

Takut mengambil keputusan

Selalu mengecek ulang secara berlebihan

Sulit beristirahat karena memikirkan pekerjaan

---

2. Merasa Tidak Pernah Cukup

Saat standar kesempurnaan menjadi ukuran, seseorang dapat merasa bahwa apa pun yang ia kerjakan selalu kurang. Ia merasa tidak pernah memenuhi ekspektasi—baik dari atasan, rekan kerja, maupun dirinya sendiri.

Menurut Dr. Kristin Neff, pakar self-compassion, kondisi ini muncul karena seseorang mengikat harga dirinya pada performa kerja. Ketika hasil sempurna tidak tercapai, ia merasa rendah dan gagal, padahal itu bagian normal dari proses manusia.

Perasaan yang biasanya muncul:

“Aku harus lebih baik lagi.”

“Aku tidak boleh gagal.”

“Orang lain lebih mampu daripada aku.”

---

3. Kelelahan Mental dan Fisik (Burnout)

Tuntutan sempurna sering membuat seseorang bekerja melebihi batas wajar. Ia menambah jam kerja, mengorbankan waktu istirahat, dan sulit untuk bersantai.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui burnout sebagai kondisi yang muncul karena stres kerja yang tidak terkelola dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah tekanan performa yang terus-menerus.

Gejalanya meliputi:

Tidak ada motivasi

Sulit konsentrasi

Mudah marah atau tersinggung

Tubuh lemas dan mudah sakit

---

4. Merasa Tidak Dipahami Karena “Aku Juga Manusia”

Ketika orang lain menuntut kesempurnaan, seseorang dapat merasa kehilangan sisi kemanusiaannya. Ia ingin dihargai sebagai individu, bukan mesin.

Perasaan yang sering muncul:

“Aku juga bisa lelah.”

“Aku butuh waktu untuk salah dan belajar.”

“Aku ingin dimengerti.”

Psikolog organisasi Adam Grant menjelaskan bahwa karyawan yang tidak diberi ruang untuk melakukan kesalahan cenderung kehilangan kreativitas dan keberanian mengambil risiko. Mereka takut mencoba hal baru karena takut tidak sempurna.

---

5. Rasa Bersalah Berlebih Ketika Melakukan Kesalahan

Sebagai manusia biasa, seseorang pasti melakukan kesalahan. Namun ketika kesalahan kecil ditanggapi berlebihan, muncul rasa bersalah yang sangat kuat.

Menurut Dr. Albert Ellis, pencetus Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), tuntutan “aku harus sempurna” adalah bentuk irrasional belief. Ia menyebut pola pikir ini sebagai sumber stres yang tidak perlu.

Seseorang dapat merasa:

Malu berlebihan

Menyalahkan diri sendiri

Merasa tidak layak atau tidak kompeten

---

6. Hilangnya Kebahagiaan dalam Bekerja

Saat tuntutan kesempurnaan terlalu dominan, seseorang bisa lupa menikmati proses bekerja. Pekerjaan yang dulu membahagiakan menjadi terasa berat.

Orang yang mengalami ini biasanya mengatakan:

“Aku jadi nggak menikmati pekerjaanku lagi.”

“Semua terasa seperti beban.”

“Aku bekerja bukan karena minat, tapi karena takut salah.”

Menurut psikolog Mihaly Csikszentmihalyi, kebahagiaan kerja muncul dari flow—keadaan ketika seseorang dapat berkonsentrasi pada tugas tanpa tekanan berlebihan. Perfeksionisme justru merusak flow dan menghilangkan rasa puas dalam bekerja.

---

7. Hubungan Sosial Menurun

Perfeksionisme tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga pada hubungan dengan orang lain.

Orang yang dituntut sempurna sering:

Menjadi lebih sensitif terhadap kritik

Sulit mempercayai orang lain

Enggan meminta bantuan

Terlihat kaku atau defensif

Menurut penelitian oleh Harvard Business Review, lingkungan kerja yang tidak toleran terhadap kesalahan menciptakan budaya takut, bukan budaya kolaborasi.

---

Mengapa Tuntutan Sempurna Terjadi?

Beberapa faktor yang membuat seseorang dituntut bekerja sempurna:

1. Standar tinggi organisasi

2. Atasan yang perfeksionis

3. Budaya kerja kompetitif

4. Lingkungan yang menghargai hasil, bukan proses

5. Tekanan sosial untuk terlihat sukses

---

Bagaimana Seharusnya? Perspektif Para Ahli

Para ahli sepakat bahwa:

✨ Kesempurnaan bukanlah tujuan, tetapi proses perbaikan berkelanjutan.

Menurut Carol Dweck, pencetus teori growth mindset, manusia berkembang bukan melalui kesempurnaan, tetapi melalui belajar dari kesalahan.

Brené Brown menambahkan bahwa ketika seseorang menerima bahwa dirinya tidak harus sempurna, ia menjadi lebih berani, lebih kreatif, dan lebih kuat secara emosional.

---

Penutup: Menghargai Kemanusiaan dalam Bekerja

Dituntut bekerja sempurna membuat seseorang merasa tertekan, lelah, tidak cukup, dan tidak dipahami. Padahal setiap manusia butuh ruang untuk belajar, salah, istirahat, dan berkembang.

Kesadaran bahwa manusia bukan mesin adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Karena pada akhirnya, “Yang dibutuhkan bukan kesempurnaan, tetapi keseimbangan, kemanusiaan, dan ruang untuk berkembang.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH WAWANCARA GURU DAN SISWA

Ciri-Ciri Guru yang Enggan Mendampingi Peserta Didiknya di Sekolah

modul kelas 5