Aku Bukan Diriku (Cerpen)

 

Aku Bukan Diriku

(Togov Rabara Deli)

 

Alarm asrama ini membuatku stres. Setiap pagi bunyinya selalu memaksaku bangun untuk mandi. Zahra sudah menungguku di depan pintu. Aku bergegas dan mengikutinya sembari membawa Al-Qur’an. Mata ini dipaksa terbuka meskipun badan sempoyongan. Sesekali aku menyenggol dinding gedung asrama yang gelap. Ditambah mati lampu sejak dini hari tadi, membuat mata sulit terpejam. Serangan nyamuk-nyamuk yang bertubi-tubi membuatku marah. Tapi, kami dilarang mengeluarkan suara jika akan mengganggu santri asrama kamar lainnya.

“Fayza! kamu jalannya baik-baik dong,”

Aku kembali mengangkat kepalaku tegak.

“Nanti kamu dapat poin, kalau tidak ikhlas dalam beramal,”

“Iya. Aku tahu, kok?”

Selang beberapa menit akhirnya aku sampai di masjid. Tempat terbaik yang aku impikan sudah penuh oleh santri lainnya. Duduk di bawah AC tegak yang ada di salah satu sudut ruangan masjid. Ketika kakak kelas lengah, saat itu waktu yang pas untuk sejenak memejamkan mata. Melanjutkan mimpi yang tadi sempat tertunda.

Akhirnya aku duduk di tengah barisan belasan santri yang ada. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan mengambil posisi duduk seolah sedang menghafal Al-Qur’an. Mulutku terus komat-kamit seolah sedang lancar memuroja’ah hafalanku. Dengan mata terpejam aku teruskan kegiatan ini. Siapa sangka aku melakukan ini supaya bisa mencuri waktu tidur yang sangat langka di asrama ini.

Apakah atap masjid ini bocor? Gumamku dalam hati.

Airnya menetes tepat mengenai wajahku. Aku hanya mengusapnya dengan mukena putih ini. Tidak lama berselang air ini kembali mengenai wajahku. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya.

Aku membuka mata ini lebar-lebar.

Astaghfirulloh! kakak kelas sudah mengelilingiku sembari memegang semprotan air ditambah wajah kesal bercampur amarah.

“Fayza! Kamu tidur disaat kegiatan muroja’ah,” Tegur kak Aisyah.

“Maaf, kak. Tadi saya memang muroja’ah. Entah mengapa tiba-tiba saya sudah tidak sadarkan diri.” Jawabku membela diri.

“Nanti, setelah kembali ke asrama temui kakak di ruang pembinaan.”

Aku hanya bisa diam dan pasrah. Ini sudah yang kesepuluh atau bahkan lebih aku mendapatkan sanksi di asrama ini. Berbagai macam poin dan hukuman selalu menghampiriku. Salah meletakkan baju sebentar saja dihukum. Terlambat tidur dan mematikan lampu lima menit saja dihukum. Lupa merapikan sendalpun aku dihukum. Bahkan lupa menegur kakak kelaspun aku juga dihukum.

Arrggghhh...

Aku kembali diam dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Kalau kunci gerbang ini bisa kucuri. Aku akan kabur dan mencari kebebasan diluaran sana seperti anak-anak gadis seusiaku. Bebas pergi ke tempat wisata. Jalan-jalan bersama keluarga ke Mall. Nongkrong bersama teman-teman di cafe. Tertawa lepas dan menikmati masa kebebasan sebagai remaja yang sedang jatuh cinta.

Allohu Akbar, Allohu Akbar,

Suara mua’dzin membuyarkan impianku. Salat subuh akhirnya tiba. Aku segera bangkit dan mengambil air wudhu. Dalam hati masih berkecamuk antara kesal dan penderitaan yang mengakibatkan aku terjebak dalam dunia yang bukan untukku seutuhnya. Wajah hampa tanpa senyum mengiringi langkahku menuju masjid. Aku sudah tidak peduli dengan siapa aku berpapasan. Saat ini aku hanya ingin meluapkan emosiku dan menumpahkan keluh kesah yang mengganjal di hatiku.

Ketika melangkah menuju tangga masjid, aku kembali mendapat teguran dari kak Aisyah. Meskipun sebelumnya aku berusaha untuk cuek dengan semua orang, tapi kembali aku mendapat hukuman yang kedua dalam waktu yang berdekatan.

“Karena tidak hormat dengan kakak kelas, kamu poinnya di tambah dua kali lipat.”

Aku terus memandanginya. Tidak sedetikpun mata ini kukedipkan untuknya.

“Adab! kamu harus tahu di asrama ini yang paling penting adalah adab.”

Dia berlalu, namun pandanganku masih tertuju kearahnya.

Dari kejauhan aku masih melihat dia tertawa bersama teman-temannya. Apakah dia senang telah berhasil memberiku sanksi atau hukuman? Atau dia sedang berdiskusi merencanakan hukuman apa yang akan diberikan kepadaku nantinya!

Zahra menarik lenganku dengan kuat. Aku meringis kesakitan.

“Kamu jangan mencari masalah dengan kakak kelas, dong!”

“Memangnya, kenapa?”

“Sudahlah, Fayza! Saat ini kita masih adik kelas dan harus siap menanggung konsekuensi atas kesalahan dan kekeliruan kita.”

“Iya, aku tahu. Tapi...”

Sssttt....

Ternyata di depan kami ada 2 orang kakak kelas lainnya. Zahra menyuruhku duduk diam dan rapi. Kamipun melaksanakan salat sunnah dua rakaat setelah azan dikumandangkan selesai.

Aku berusaha untuk khusyuk dalam melaksanakan ibadah ini. Kejadian tadi mengusik batinku. Setan gencar sekali mengirimkan info amarah padaku. Dalam hati aku setuju dan mengiyakan saja. Semuanya hebat dan cemerlang. Ide-ide yang berseliweran memang pas denganku. Saat ini salat bagiku sebatas rutinitas. Bukan bicara kualitas ataupun kuantitas.

Salat subuh ini akhirnya berlalu. Aku hanya ingin kembali duduk santai dan mencari posisi nyaman untuk melanjutkan aksiku berikutnya.

“Zahra! Ayo kita ke sudut sana,”

“Jangan, di sana ada kakak kelas.”

“Santai saja. Aku sudah kebal dengan hukuman dari mereka.”

Zahra hanya menggelengkan kepalanya.

Kami harus pandai memanfaatkan waktu sampai pukul 06.00 wib nanti, ada yang menambah hafalan baru untuk setoran nanti. Ada juga sekedar muroja’ah buat memantapkan hafalannya. Terserah, saat ini aku hanya ingin tidur dan menikmati kebebasanku meskipun melalui mimpi.

***

Fayza,

Zahra membangunkanku dengan kuat. Sontak membuatku kaget dan segera berlari menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Sesaat membuka kamar mandi. Zahra, Halimah, Fatimah mentertawakanku dengan bersamaan. Aku hanya heran dan memandangi wajah mereka.

“Fayza! Kamu mimpi apa?” ujar Zahra seraya menahan tawa.

“Bukannya kita mau ke masjid?”

Wkwkwkwk....

“Sekarang kita saatnya pulang ke rumah. Hari ini jadwal penjemputan orang tua.” Sambung Halimah.

Aku sejenak memandangi langit di luar kamar. Ternyata benar aku mimpi di siang bolong.

“Jangan-jangan kamu tidak mau pulang, ya!” celoteh Fatimah.

Aku tertunduk malu, dan menutup mata dengan handuk yang ada digenggamanku.

 

***

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH WAWANCARA GURU DAN SISWA

Contoh Rencana Kegiatan Sekolah (RKS)

skripsi Tesi Triani, S.Pd metode SQRQCQ