Peristiwa sekitar proklamasi modul
PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI
Detik-detik
menjelang diproklamasikan kemerdekaa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
banyak terjadi beberapa peristiwa yang sangat penting :
1. Pemanggilan
Tokoh Indonesia ke Dalat, Vietnam.
Tanggal 9
Agustus 1945,Marsekal Terauchi, Panglima besar tentara Jepang di Asia
Tenggara memanggil Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Dr.
Radjiman Wedyodiningrat kemarkasnya di Dalat (Saigon). Ia
kemudian menyampaikan keputusan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia. Keputusan ini dilatar belakangi keinginan menarik dukungan
dan simpati lebih banyak dari bangsa Indonesia yang saat itu tentara Jepang
semakin terdesak oleh sekutu.Sebenarnya, pertemuan di Dalat tersebut merupakan
momentum penting bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi, peristiwa ini merupakan
pemicu dari terjadinya perbedaan pendapat antara tokoh golongan tua dan
golongan muda.
2. Peristiwa
Rengasdengklok.
Berita
peristiwa pemboman kota Hirosima pada tanggal 6 Agustus 1945 serta Nagasaki
pada tanggal 9 Agustus 1945, disusul jepang menyerahkan diri kepada sekutu pada
tanggal 14 Agustus 1945, meskipun berita tersebut di tutupi, pada akhirnya
sampai juga kepada telinga pada pemuda melalui siaran radio BBC di Bandung. Hal
ini memperkuat tekada dan semangat para pemuda untuk segera bergerak
memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Setelah
mendengar kekalahan Jepang tersebut, tanggal 15 Agustus 1945 para pemuda
berkumpul diruang belakang gedung Bakteriologi, Jalan Pegangsaan Timur
no.13, Jakarta, dibawah pimpinan Chaerul Saleh. Pertemuan ini
membahas kekalahan Jepang dan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hasil
keputusannya adalah bahwa kemerdekaan Indonesia adalah masalah bangsa Indonesia
sendiri yang tidak dapat digantungkan pada bangsa lain. Oleh karena itu
proklamasi kemerdekaan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Para pemuda
segera mengirimkan utusan (Wikana dan Darwis) untuk segera menghadap Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta agar segera menyampaikan hasil rapat tersebut. Namun
kedua tokoh tersebut menolak gagasan para pemuda dengan alasan Jepang masih
bersenjata lengkap dan mempunyai tugas untuk memelihara status quo sebelum
pasukan sekutu datang ke Indonesia. Selain itu, Soekarno-Hatta baru akan
membicarakan masalah kemerdekaan Indonesia dalam sidang PPKI pada tangal 16
Agustus 1945.
Namun kedua tokoh ini menolak gagasan pemuda tersebut dengan alasan Jepang masih bersenjata lengkap dan mempunyai tugas memelihara status quo sebelum pasukan sekutu datang ke Indonesia. Selain itu Soekarno-Hatta baru akan membicarakan masalah kemerdekaan Indonesia dalam sidang PPKI tanggal 16 Agustus 1945.
Wikana dan Darwis melaporkan hasil pembicaraan dengan Soekarno-Hatta kepada para pemuda yang telah berkumpul di Asrama Menteng 31 pada pukul 24.00 wib. Para pemuda tersebut antara lain Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, Surachmat, Johan Nur, Singgih, Mandani, Sutrisno, Sampun, Subadio, Kusnandar, Abdurrahman dan Dr. Muwardi.
Setelah para pemuda mendengar hasil laporan tersebut, para pemuda merasa kecewa sehingga suasana rapat menjadi panas. Akhirnya diputuskan perlunya untuk mengamankan Soekarno-Hatta keluar kota yang jauh dari pengaruh Jepang. Persoalan Soekarno-Hatta selanjutnya diserahkan kepada Syudanco Singgih dan kawan-kawan dari Peta Jakarta.
Dalam melaksanakan tugasnya, Syudanco Singgih didampingi Sukarni dan Yusuf Kunto. Menurut Singgih Soekarno-Hatta akan dibawa ke Rengasdengklok sebagai tempat untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan alasan:
1.
Rengasdengklok dilatar belakangi laut Jawa, sehingga jika ada serangan dari
tentara Jepang dapat segera pergi melalui laut.
2. Didaerah
sekitar Rengasdengklok, di Purwakarta, Cilamaya (barat), Kedung Gedeh
(selatan), dan Bekasi (Timur) telah siap pasukan Peta untuk menjaga segala
kemungkinan.
Setelah rapat selesai, dengan mengendarai mobil, Singgih bersama Sutrisno, Sampun dan Surachmat menuju rumah Ir. Soekarno dan menjemput Moh. Hatta untuk membawa mereka beserta keluarga ke Rengasdengklok.
Setelah sampai di rengasdengklok, Soekarno-Hatta tetap tidak bersedia menyatakan kemerdekaan sebelum ada surat pernyataan resmi menyerah dari Jepang. Namun ditengah perdebatan itu, Ahmad Subarjo muncul dan memberitahukan kepada Soekarno-Hatta bahwa Jepang memang telah menyerah kepada sekutu. Mendengar kabar itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya, diadakan perundingan dengan kelompok pemuda dan Ahmad Subarjo memberikan jaminan kepada para pemuda bahwa Soekarno-Hatta akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Setelah tercapai, pada sore harinya Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta bersama Ahmad Subarjo dan Sudiro.
3. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Sekitar pukul 02.00 wib dini hari, soekarno-Hatta tiba di Jakarta. Atas usaha Ahmad Subarjo diperoleh sebuah tempat, yaitu dirumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira Jepang dengan jabatan Wakil Komandan Angkatan Laut Jepang di Jakarta. Rumah tersebut terletak dijalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat. Tempat tersebut dianggap sebagai tempat paling aman dari ancaman pemerintah militer.
Sebelum
Soekarno-Hatta merumuskan teks Proklamasi, ia menghadap dulu Jendral
Nishimura yang menyatakan bahwa Jepang tetap akan mempertahankan
kekuasaannya di Indonesia. Soekarno-Hatta akhirnya memutuskan untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang. Mereka
kemudian menuju rumah laksamana Muda Tadashi Maeda. Disana ternyata telah
berkumpul para pemuda dan beberapa tokoh PPKI. Ketika para pemimpin nasional
sedang merumuskan teks proklamasi. Laksamana muda Tadashi Maeda mengundurkan
diri dan pergi keruang tidurnya. Sementara itu datang orang kepercayaan
Nishimura, yaitu Miyosi bersama Sukarni, Sudiro dan B.M. Diah menyaksikan
Soekarno-Hatta dan ahmad Subarjo merumuskan naskah teks proklamasi.
Setelah selesai dirumuskan, Ir. Soekarno membacakan naskah teks proklamasi dihadapan hadirin. Moh. Hatta menyarankan agar semua yang hadir menandatanganinya. Namun, usul ini ditentang golongan muda. Sukarni kemudian mengusulkan agar naskah tersebut hanya ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut diterima oleh semua pihak. Ir Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik untuk mengetiknya.
Setelah diketik naskah teks Proklamasi mengalami beberapa perbaikan, yaitu mengubah kata ’tempoh’ menjadi ’tempo’, ’wakil bangsa Indonesia’ menjadi ’atas nama bangsa Indonesia’, ’Djakarta 17-8-05’ menjadi ’Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05’. Naskah yang telah diketik kemudian ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah selesai dirumuskan, Ir. Soekarno membacakan naskah teks proklamasi dihadapan hadirin. Moh. Hatta menyarankan agar semua yang hadir menandatanganinya. Namun, usul ini ditentang golongan muda. Sukarni kemudian mengusulkan agar naskah tersebut hanya ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut diterima oleh semua pihak. Ir Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik untuk mengetiknya.
Setelah diketik naskah teks Proklamasi mengalami beberapa perbaikan, yaitu mengubah kata ’tempoh’ menjadi ’tempo’, ’wakil bangsa Indonesia’ menjadi ’atas nama bangsa Indonesia’, ’Djakarta 17-8-05’ menjadi ’Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05’. Naskah yang telah diketik kemudian ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Selanjutnya, Sukarni mengusulkan agar naskah proklamasi kemerdekaan dibacakan didepan massa di lapangan Ikada. Namun usul tersebut ditolak karena Ir. Soekarno menganggap lapangan Ikada adalah lokasi yang bisa menimbulkan bentrokan antara rakyat dan pihak militer Jepang. Ir. Soekarno kemudian menyarankan dirumahnya di jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Saran ini disetujui semua pihak.
4. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada waktu fajar tanggal 17 Agustus 1945, para perumus teks proklamasi baru keluar dari rumah laksamana Maeda. Beberapa jam berikutnya, mereka berkumpul kembali dikediaman Soekarno untuk melaksanakan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia. Orang-orang kemudian sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk upacara.
Sudiro, Sekretaris Ir. Soekarno menugasi S. Suhud (Komandan pengawal rumah Bung Karno dan pemimpin barisan pelopor) agar menyiapkan tiang bendera dari bambu. Bendera merah putih yang dijahit ibu Fatmawati telah disiapkan. Pasukan PETA dibawah komandan Syudanco Latief Hendraningrat dan Syudanco Abdurrahman, dengan senjata lengkap telah berjaga disekitar rumah tersebut.
Menjelang pukul 10.00, tokoh-tokoh nasional telah hadir ditempat upacara. Diantaranya Dr. Buntaran, M. Sam Ratulangi, A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, Mr. Sartono, S.K. Trumurti, M. Tabrani, Dr. Muwardi, Sayuti Melik, A.G. Pringgodigdo, Pandu Kartawiguna dan para tokoh pemuda.
Para hari Jum’at, bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus 1945, tepat pukul 10.00 wib dilaksanakan upacara Proklamasi kemerdekaan indonesia dengan susunan acara :
a. Pembacaan teks Proklamasi.
b. Pengibaran
bendera merah putih.
c. Sambutan
walikota Jakarta Suwirjo dan Dr. Muwardi.
Dengan suara yang mantap, Ir. Soerkarno menyampaikan pidato pendahuluan yang singkat dilanjutkan dengan membacakan teks proklamasi kemerdekaan.
Setelah pembacaan proklamasi, Syudanco Latief Hendraningrat mengerek bendera merah putih diiringi lagu Indonesia raya oleh seluruh peserta upacara. Upacara kemudian ditutup dengan sambutan walikota Jakarta Suwirjo dan Dr. Muwardi. Setelah itu para hadirin berpelukan dan kemudian menyalami Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Dengan proklamasi kemerdekaan itu, berakhirlah penjajahan Jepang di Indonesia selama kurang lebih 3,5 tahun.
Teks Asli Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1945
pukul 10.00, Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di
Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat. Hingga kini, pada setiap Upacara peringatan
Kemerdekaan RI akan dilakukan pembacaan naskah teks proklamasi. Tahukah kita,
bahwa teks yang dibacakan tersebut bukanlah naskah yang pertama kali
dirumuskan?
Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia disusun di ruang makan rumah Laksamana Tadashi Maeda (Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta Pusat, kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi) pada pukul 02.00-04.00 dini hari oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Sementara itu, di ruang depan hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro.
Kalimat pertama teks Proklamasi adalah saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan kalimat terakhir disarankan oleh Mohammad Hatta. Ir. Soekarno menulis teks naskah "Proklamasi Klad", yang isinya adalah sebagai berikut :
ProklamasiKami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Kemudian, Mohamad Ibnu Sayuti Melik mengetik teks naskah proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", yang isinya adalah sebagai berikut :
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Kemudian, Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada teks naskah proklamasi klad maupun otentik tertulis angka "tahun 05", bukan 1945. Tahun 05 merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", tahun penanggalan yang berlaku di Jepang.
Walaupun mengalami berbagai hambatan, namun penyebaran berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tetap gencar dilakukan. Salah satu cara penyebaran berita dilakukan melalui kantor berita Jepang Domai secara berulang-ulang tiap 30 menit hingga siaran berakhir pukul 16.00. Selain itu, penyebaran berita juga dilakukan melalui surat kabar, dimulai oleh Soeara Asia di Surabaya. Kemudian, hampir seluruh surat kabar di Jawa dalam terbitan tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan "Respect Our Constitution, August 17!!!" Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI.
Pada saat teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh Soekarno, tidak ada yang merekam suara ataupun video. Dokumentasi yang ada hanya berbentuk foto-foto detik-detik Proklamasi. Jika saat ini kita mendengar rekaman suara asli Soekarno membacakan teks proklamasi, sebenarnya bukanlah suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945, melainkan suara asli beliau yang direkam pada tahun 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI). Perekaman suara ini diprakarsai oleh salah satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.
Dirgahayu Indonesia! Enam puluh sembilan tahun sudah negara kita merdeka. Semoga Indonesia menjadi negara yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai yang dicita-citakan. Semoga pemerintah Indonesia dapat mencapai tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tokoh-Tokoh Proklamasi 17
Agustus 1945 Dan Perannya Pada Persiapan Pelaksanaan Proklamasi
Berikut ini
adalah daftar orang yang memiliki peran serta dalam mempersiapkan pelaksanaan
proklamasi pada 17 agustus 1945 jam 10.00 wib di jl. pegangsaan timur no.56
jakarta. Berikut ini adalah nama tokoh tersebut beserta aktivitasnya pada waktu
itu yaitu :
1. Soekarno dan M. Hatta
Kedua tokoh
pahlawan Negara Indonesia itu merumuskan naskah proklamasi bersama dengan
Soebardjo. Sukarno dan Bung Karno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
dan M.Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pertama.
2. Sayuti Melik
Beliau adalah
tokoh yang mengetik naskah teks proklamasi setelah disempurnakan dari naskah
tulisan tangan asli.
3. Sukarni
3. Sukarni
Sukarni adalah
tokoh pemuda yang sebelumnya pernah memimpin asrama angkatan baru yang
berlokasi di menteng raya 31.
4. B.M. Diah
Beliau
merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
5. Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti
Mereka berperan
penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-1945.
Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
6. Frans S. Mendur
Beliau seorang
wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil bidikannya
pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama kawan-kawannya
di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).
7. Syahrudin
7. Syahrudin
Adalah seorang
telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika
personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.
8. Soewirjo
Beliau adalah
walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.
Tokoh Dibalik Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI
Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 tahun
Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dan tanggal 8
Ramadhan 1364 menurut Kalender Hijriyah, yang dibacakan oleh Ir. Soekarno
dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur
56 – Jakarta Pusat. Kemerdekaan Indonesia merupakan tonggak perjuangan
merebut kekuasaan dari tangan penjajah. Dengan adanya proklamasi ini berarti
bangsa Indonesia memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan lepas dari
intervensi asing. Momentum proklamasi tersebut merupakan perjuangan seluruh
komponen bangsa.
Latar belakang peristiwa ini bermula
pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang
di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama
menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga
Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan
tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom
kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada
Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI
dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat,
250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada
tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang
melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta
dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI.[2] Meskipun demikian Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno,
Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus
menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis,
antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil
pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah,
dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang
besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan
kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan
proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang
bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin
terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda
tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri,
bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa
militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di
Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo
kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara
(Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan
ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum
menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari
Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di
kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang
menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan
para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi
tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak
tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Jakarta, bukan di Rengasdengklok, bukan di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong yang diusir dari rumahnya oleh anggota PETA agar dapat ditempati oleh “rombongan dari Jakarta”. Naskah teks proklamasi di susun di rumah Laksamana Muda Maeda di Jakarta, bukan di Rengasdengklok. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Rabu tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Jakarta, bukan di Rengasdengklok, bukan di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong yang diusir dari rumahnya oleh anggota PETA agar dapat ditempati oleh “rombongan dari Jakarta”. Naskah teks proklamasi di susun di rumah Laksamana Muda Maeda di Jakarta, bukan di Rengasdengklok. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Rabu tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Berikut beberapa nama yang menjadi aktor atau tokoh utama dibalik proklamasi kemerdekaan RI.
1. Soekarno dan Mohammad. Hatta
Soekarno-Hatta bersama tokoh-tokoh nasional lainnya mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Berdasarkan sidang yang diadakan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) panitia kecil untuk upacara proklamasi yang terdiri dari delapan orang resmi dibentuk. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya. Teks proklamasi secara langsung dibacakan oleh Soekarno yang semenjak pagi telah memenuhi halaman rumahnya di Jl.Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dikukuhkan oleh KNIP.
2. Sayuti Melik
Ia turut hadir dalam peristiwa perumusan naskah Proklamasi dan menjadi anggota susulan PPKI. Setelah itu ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).Beliau adalah tokoh yang mengetik naskah teks proklamasi setelah disempurnakan dari naskah tulisan tangan asli. Teks proklamasi tulisan tangan Bung Karno diketik oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan kata.
3.
Sukarni dan 10 tokoh pemuda
Sukarni
adalah tokoh pemuda yang sebelumnya pernah memimpin asrama angkatan baru yang
berlokasi di Menteng Raya 31. Sewaktu kabar kekalahan Jepang dalam Perang
Pasifik samar-samar terdengar, Sukarni dan beberapa pemuda radikal mendesak
kemerdekaan segera diproklamasikan. Mereka menculik Sukarno-Hatta ke
Rengasdengklok. Sempat terjadi silang pendapat antara kedua generasi itu,
Sukarno-Hatta akhirnya setuju dan keesokan harinya membacakan proklamasi. Tokoh
pemuda revolusioner yang berperan mendorong sangat keras Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 yaitu : Sukarni, Chaenal Saleh, A.M. Hanafi, Adam Malik,
Wikana, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni (Pancen), Darwis,
Djohar Nur, dan Armunanto. Kelompok pemuini dinamakan Komite van Aksi
Proklamasi di mana Sukarni berfungsi sebagai Ketua. Chairul Saleh berfungsi
sebagai Wakil Ketua, dan AM. Hanafi berfungsi Sekretaris Umum, dan tokoh-tokoh
lainnya berfungsi sebagai Anggota Komite. Oleh karena Sukarno-Hatta terlihat
ragu-ragu menerima dorongan keras, maka para pemuda revolusioner mengambil
keputusan untuk mengasingkan Sukarno Hatta ke luar kota Jakarta, dan kejadian
ini kemudian terkenal sebagai ”penculikan Rengas Dengklok
4.
B.M. Diah
Beliau
merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
5.
Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti
Mereka
berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-1945.
Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
6.
Syahrudin
Adalah
seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita
proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara
sembunyi-sembunyi ketika personil Jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945
jam 4 sore.
7.
Soewirjo
Beliau
adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi yang
diadakan di jalan Pegangsaan Timur no 56 Jakarta Pusat atau kediaman bung
Karno.
Pembentukan Alat Kelengkapan Negara Indonesia
Setelah
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum siap untuk
menjadi sebuah negara yang utuh karena belum memiliki alat kelengkapan negara,
seperti presiden, konstitusi, menteri, gubernur, tentara kebangsaan, dsb. Untuk
itu, PPKI sebagai organisasi bentukan Jepang diharapkan dapat membentuk
aparatur negara Indonesia.
PPKI sudah
mengadakan sidang sebanyak 3 kali yang bertugas membentuk aparatur negara.
Ketiga sidang tersebut akan dibahas secara rinci pada alinea selanjutnya.
SIDANG PERTAMA PPKI (18 Agustus 1945)
Hasil yang
didapat:
- Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945.
- Memilih presiden dan wakil presiden.
- Sebelum terbentuknya MPR, pekerjaan presiden untuk sementara dibantu oleh Komite Nasional.
Sebelum UUD
1945 disahkan, ada beberapa perubahan yang terjadi dalam UUD 1945, yaitu:
- Kalimat pembukaan UUD 1945. "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" diubah menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa".
- Bab 2 Pasal 6. "Presiden adalah orang Indonesia asli beragama Islam" diubah menjadi "Presiden adalah orang Indonesia asli".
Pemilihan
presiden dan wakil presiden ditunjuk secara aklamasi oleh Otto Iskandar Dinata.
Beliau memilih Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden Indonesia yang pertama.
SIDANG KEDUA PPKI (19 Agustus 1945)
Hasil yang
didapat:
- Menetapkan 12 kementerian.
- Membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi.
Kabinet pertama dipimpin oleh Presiden Soekarno dan diumumkan pada tanggal 2 September 1945.
Berikut ini
daftar 8 provinsi pertama yang dibentuk pada awal kemerdekaan Indonesia beserta
gubernurnya:
- Sumatra. Teuku Mohammad Hassan.
- Jawa Barat. Sutardjo Kartohadikusumo.
- Jawa Tengah. Pandji Soeroso.
- Jawa Timur. R.A. Soeryo.
- Kalimantan. Pangeran Mohammad Noor.
- Sulawesi. dr. Ratulangie.
- Sunda Kecil. I Gusti Ketut Pudja.
- Maluku. Mr. Latuharhary.
SIDANG KETIGA PPKI (22 Agustus 1945)
Hasil yang didapat:
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat dan Daerah (KNIP dan KNID).
- Membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI).
- Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
- Membentuk Palang Merah Indonesia (PMI).
KNI bertujuan melaksanakan cita-cita
bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pemerintahan yang berkedudukan rakyat
dan berfungsi sebagai DPR sebelum DPR terbentuk. KNIP berkedudukan di Jakarta,
sedangkan KNIP berkedudukan di tiap-tiap provinsi. Para anggota KNIP dilantik
pada tanggal 29 Agustus 1945. Berikut daftar kepengurusan KNIP:
- Ketua. Kasman Singodimejo.
- Wakil I. Sutardjo Kartohadikusumo.
- Wakil II. Latuharhary.
- Wakil III. Adam Malik.
PNI yang diketuai Ir. Soekarno pembentukannya ditunda hingga tanggal 31 Agustus 1945. Adapun PMI dibentuk pada tanggal 17 September 1946 yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
BKR bertugas
memelihara keselamatan rakyat. Pembentukan BKR secara resmi diumumkan
pemerintah pada tanggal 23 Agustus 1945. Pada tanggal 5 Oktober 1945, Soekarno
mengeluarkan maklumat membentuk berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang
bermarkas di kota Yogyakarta dengan kepala staf TKR Oerip Soemohardjo dan
Panglima TKR Supriyadi. Namun, Supriyadi digantikan oleh Jend. Soedirman.
Perkembangan
Tentara Kebangsaan Indonesia:
- Badan Keamanan Rakyat. (22 Agustus 1945).
- Tentara Keamanan Rakyat. (5 Oktober 1945).
- Tentara Republik Indonesia. (24 Januari 1946).
- Tentara Nasional Indonesia. (3 Juli 1947).
Menghargai Perjuangan Para Tokoh Kemerdekaan
Para pahlawan telah membuktikan semangat perjuangan mereka. Mereka
tidak pernah gentar dalam menghadapi serangan musuh. Mereka memiliki semboyan
lebih baik mati dari pada dijajah. Mereka berjuang dengan segenap jiwa dan raga
untuk menghadapi penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia.
Sebagai generasi muda
penerus bangsa ini, kamu berkewajiban meneruskan perjuangan para pahlawan kita
dengan cara mengisi kemerdekaan ini. Ada banyak hal yang dapat kamu lakukan
untuk mengisi kemerdekaan. Sebagai seorang pelajar, kamu harus belajar dengan
giat, berprestasi di sekolah, dan tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji.
Kamu harus berusaha untuk menyejajarkan diri dengan pelajar-pelajar dari
negara-negara yang telah maju di dunia.
Sebagai pelajar, kamu
dapat ikut mengharumkan nama bangsa di dunia Internasional. Misalnya, dengan cara
mengikuti olimpiade matematika sedunia, mengikuti lomba membuat robot
internasional, atau mengikuti perlombaan olah raga tingkat internasional. Hal
lain yang dapat kamu lakukan untuk menghargai jasa para pahlawan adalah dengan
ikut berpartisipasi saat memperingati HUT Republik Indonesia, berziarah ke
makam pahlawan, dan memperingati hari Pahlawan.
Perjuangan para tokoh
untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak dapat dinilai dan diukur
dengan apa pun. Mereka berjuang tanpa pamrih demi nusa dan bangsa. Kita wajib
menghargai jasa-jasa mereka. Cara menghargai perjuangan para tokoh di antaranya
sebagai berikut.
Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang bermanfaat.
Hidup rukun dan tolong-menolong sebagai perwujudan rasa persatuan.
Mendoakan para pahlawan secara tulus dan ikhlas.
Berziarah ke Taman Makam Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan.
Memperingati hari-hari nasional bersejarah, misalnya Hari Pahlawan.
Meneladani sikap tokoh dalam kehidupan sehari-hari.
Senang membaca kisah hidup dari masing-masing tokoh.
Mau menambah pengetahuan dan wawasan, agar bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa lain.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (独立準備調査会 Dokuritsu Junbii Chōsakai?) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Daftar isi
- 1 Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
- 1.1 Sidang resmi pertama
- 1.2 Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
- 1.3 Sidang resmi kedua
- 2 Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
- 3 Rujukan
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :
Sidang resmi pertama
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
1. Sidang tanggal
29
Mei
1945, Mr.
Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan
lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2.
Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan
Rakyat”.
2. Sidang tanggal
31
Mei
1945, Prof.
Mr. Dr. Soepomo
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik
Indonesia,
yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka",
yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4.
Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
3. Sidang tanggal
1
Juni
1945, Ir.
Soekarno
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik
Indonesia,
yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan
Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau
Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai
rumusan lima sila dasar negara Republik
Indonesia yang
dikemukakan oleh Ir.
Soekarno
tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia
bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi
"Trisila"
(Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3.
Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila
tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila"
(Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah
merupakan upaya dari Bung
Karno dalam
menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik
Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan",
yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila.Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.
Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" yang
dihasilkan oleh "Panitia Sembilan" pada tanggal 22 Juni 1945
Sampai akhir dari masa
persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan
dalam perumusan dasar negara Republik
Indonesia yang
benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan"
tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya
yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan
dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Rancangan itu diterima
untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang
diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Sidang resmi kedua
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai
"Undang-Undang Dasar 1945", yang
isinya meliputi :
·
Wilayah
negara Indonesia adalah sama
dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu,
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara
(sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta
wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang
adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep proklamasi
kemerdekaan negara Indonesia
baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar
hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu,
perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan
aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter"
pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.
Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ir. Soekarno membacakan naskah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan telah
ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Sementara itu dalam
sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15
menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak
kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut
ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak
"Nasionalis")
guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh
kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter".Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :
·
Pertama, kata “Mukaddimah” yang
berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
·
Kedua, anak kalimat "Piagam
Jakarta"
yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti
dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
·
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden
ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal
6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
·
Keempat, terkait perubahan poin Kedua,
maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan
atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat
Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
"PPKI" sangat berperan dalam
penataan awal negara Indonesia
baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga
buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan
tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan
abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas
yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya
"PPKI" dapat meletakkan
dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja
berdiri.Mohammad Yamin
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas
Mohammad
Yamin
|
|
Masa
jabatan
6 Maret 1962 – 17 Oktober 1962 |
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Presiden
|
|
Didahului oleh
|
|
Digantikan oleh
|
|
Informasi
pribadi
|
|
Lahir
|
|
Meninggal
|
|
Kebangsaan
|
|
Agama
|
|
Tanda tangan
|
Daftar isi
- 1 Latar belakang
- 2 Kesusastraan
- 3 Politik
- 4 Keluarga
- 5 Karya-karyanya
- 6 Penghargaan
- 7 Lihat pula
- 8 Referensi
- 9 Pranala luar
Latar belakang
Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto pada 23 Agustus 1903. Ia merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh. Saudara-saudara Yamin antara lain : Muhammad Yaman, seorang pendidik; Djamaluddin Adinegoro, seorang wartawan terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.
Kesusastraan
Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.
Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Politik
Karier politik Yamin dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa di Jakarta. Ketika itu ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond[3] dan menyusun ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Dalam ikrar tersebut, ia menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.Pada tahun 1932, Yamin memperoleh gelar sarjana hukum. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Pada tahun yang sama, Yamin tercatat sebagai anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara.[4] Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda. Soekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri Penerangan (1962-1963).
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian disaat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Diantara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.
Keluarga
Pada tahun 1937, Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari, putri seorang bangsawan dari Kadingalu, Demak, Jawa Tengah.[5] Mereka dikaruniai satu orang putra, Dang Rahadian Sinayangish Yamin. Pada tahun 1969, Dian melangsungkan pernikahan dengan Raden Ajeng Sundari Merto Amodjo, putri tertua dari Mangkunegoro VIII.[rujukan?]Karya-karyanya
Sampul Buku Muhammad Yamin dan cita cita persatuan
- Tanah Air (puisi), 1922
- Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
- Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
- Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
- Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
- Tan Malaka, 1945
- Gadjah Mada (novel), 1948
- Sapta Dharma, 1950
- Revolusi Amerika, 1951
- Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, 1951
- Bumi Siliwangi (Soneta), 1954
- Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
- Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, 1956
- 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
- Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960, 3 jilid
- Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid
Penghargaan
- Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-jasanya pada nusa dan bangsa
- Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps
- Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Pataka Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
Lihat pula
Referensi
2.
Prof.
Dr. Soepomo
3.
Lahir
: Sukoharjo, 22 Januari 1903
Wafat : Jakarta, 12 September 1958
Makam : Surakarta
SK. Presiden : No. 123/1965 tanggal 14 Mei 1965
Wafat : Jakarta, 12 September 1958
Makam : Surakarta
SK. Presiden : No. 123/1965 tanggal 14 Mei 1965
4.
Pada
tanggal 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan usulannya tentang dasar negara
sebagai berikut: 1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Ketiga usulan tentang dasar negara itu dibicarakan kembali oleh panitia sembilan. Akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 paniia sembila mendapatkan hasil yaitu lahirnya Piagam Jakarta. Hasil perumusan panitia kecil ini disempurnakan bahasanya oleh “Panitia penghalus bahasa” yang salah satunya terdiri atas Dr. Soepomo. Setelah BPUPKI di bubarkan, Dr. Sutomo menjadi anggota PPKI.
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Ketiga usulan tentang dasar negara itu dibicarakan kembali oleh panitia sembilan. Akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 paniia sembila mendapatkan hasil yaitu lahirnya Piagam Jakarta. Hasil perumusan panitia kecil ini disempurnakan bahasanya oleh “Panitia penghalus bahasa” yang salah satunya terdiri atas Dr. Soepomo. Setelah BPUPKI di bubarkan, Dr. Sutomo menjadi anggota PPKI.
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa kasih komentarnya yah ... ! masukan dan kritikan sangat kami harapkan ... !